Satu
lagi sebuah pembuktian dari seorang santri, bahwa menjadi santri bukan halangan
dalam berprestasi. Bahkan dengan menjadi santri, ada nilai plus yang bisa
dimiliki. Rinaldyanti Rukmana Masruroh, Santri Putri SMA Ahmad Wahid Hasyim PP
Tebuireng, berhasil meraih Juara II Lomba Karya Tulis Ilmiyah Nasional di
Jakarta beberapa pekan lalu. Berikut wawancara ekslusif wartawan Tebuireng
Online dengan Ririn.
1.
Kapan mulai mengenal dunia
tulis menulis?
Mulai mengenal tulis
menulis sebenarnya mulai SMA, terutama
setelah masuk sanggar kepoedang. Tapi suka menulis sebenarnya dari SMP. Tapi
fokusnya di puisi. Kalau LKTI itu dulu juga pernah iktu di SMP.
2.
Anda aktif di sanggar
kepoedang?
Ya,
kalau dibilang saya ini aktif secara kehadiran saya jarang hadir. Tapi secara
eksistensi berkarya saya bisa bisa dibilang konsisten. Yang dibutuhkan menurut
saya bukan hanya kehadirannya tapi lebih penting adalah karyanya. Banyak
anggota yang sering datang tapi karyanya belum begitu banyak.
3.
Saya pernah mendengar anda
mengirimkan 100 puisi kepada kepala sanggar kepoedang?
Iya, itu
dulu waktu SMP. Namanya juga anak kecil ya. Itu juga dikritik sama Ustadz
Fauzan(Kepala sanggar Kepoedang).
Puisinya tentan cinta-cintaan begitu. Tapi kemaren sempat menulis puisi
tentang pesantren dan pendidikan yang berjumlah 99 puisi saya beri nama
“Asma’us Syair”. Untuk terbit tidaknya, terserah Ustadz Fauzan.
4.
Apa yang membuat Mbak Ririn
ini memilih dunia tulis menulis, sedangkan di Tebuireng banyak sekali pilihan
bidang yang bisa diwarnai oleh anda?
Pertama
memang berawal dari suka puisi. Dari pada dibuat menganggur dan geje-gejea, mending
dipakai untuk menulis. Selain itu juga saya mendapat inspirasi dan motivasi
dari Gus Solah. Beliau berkata bahwa kita itu dalam berdakwa itu tidak cukup
dengan lisan saja. Atau juga tidak cukup hanya dengan tulisan, tapi dengan
menggunakan dua-duanya.
5.
Definisi menulis menurut
anda itu bagaimana?
Apa ya?
Menulis itu Ikhlas. Ikhlas mengeluarkan karya, ikhas mencurahkan mencurahkan
hati, ikhlas memberikan inspirasi, ikhlas berdakwa, ikhlas memberikan motivasi.
Jadi ikhlas itu yang penting. Dari pada lupa difikir terus mending ya ditulis.
6.
Ikhas materi Juga?
Nggak juga
sih, kalau untuk misalkan beli buku, pena, itu saya malah senang. Ada kepuasan
dan kesenangan tersendiri. Bahkan kata teman-teman saya ini jarang jajan tapi
kalau beli buku sakbrek. Jadi saya memang jarang jajan, lebih baik saya
gunakan beli buku dan alat tulis.
7.
Bicara soal membagi waktu,
apa kiat-kiat anda dalam membagi waktu disela-sela kesibukan menjadi santri?
Sebenarnya
saya itu juga masih belajar untuk membagi waktu. Tapi kalau untuk menulis ya
saya sempetkan. Kembali lagi ke Ikhlas. Kalau sudah ikhlas itu diajak ngapain
dan kemana saja sudah kebiasaan. Jadi saya sediakan satu buku untuk menulis
khusus. Waktu istirahat di sekolah teman-teman bermain, ngobro-ngobrol.
Disitulah di sela-sela ngobrol itu saya sempatkan menulis. Atau mungkin antri
jabo, biasanya saya bawa novel dibaca sambil antri Jabo. Kadang juga bawa buku
tofel. Saya kebetulan adalah penggila novel.
Pernah saya
coba menulis dalam waktu 10 detik ada 7 kata. Dalam waktu 2-3 menit harus sudah
dapat 1 alinea. Bagaimana kalau 10 menit? Seminggu? Sebulan? Setahun? Bisa
beralinea-alinea itu bahkan bisa jadi buku itu.
8.
Prestasi apa yang sudah di
raih baik di bidang tulis menulis atau diluar itu?
Kalau dibilang prestasi, saya masih merasa sangat kurang. Masih
banyak yang lain yang lebih hebat lagi. Juara-juara sih pernah kebanyakan selingkup
Tebuireng. Pernah juga juara 4 LKTI Propinsi Jawa Timur dengan tema
“Pengelolahan Daun Randu Ceiba Pertandra L. dengan Teknologi Ekstraksi sebagai
Aternatif Obat Herbal pada Mulut” medali OSN Matematika di Bogor dan juga OSN
Kimia dan yang terbaru ya LKTI Nasional kemaren itu.
9.
Kenapa pilih kitabnya Mbah
Yai Hasyim dan apa pengalaman yang mengesankan dalam Lomba KTI Nasional itu?
Dari
coba-coba begitu. Pengen yang berebeda kan tentan pesantren. Ada yang temanya
tentang peran Kyai. Jadi angkat saja kitab Adabul Muta’allim karya Mbah Yai
Hasyim Asy’ari, kan masih jarang yang
tau tentang kitab itu. tapi disana saya merasa paling ndak bisa. Yang mengikuti
lomba itu adalah para mahasiswa-mahasiswa sedangkan saya masih SMA. Selain saya
yang dari SMA itu ada dari Jogja. Selain itu adalah para mahasisw. Bahkan ada
yang dari Ma’had Aly Situbondo yang terkenal itu. Bahkan yang juara 5 dari
Krapyak itu baru saja di Wisuda. Tapi alhamdulilah mungkin karena barokahnya
Yai Hasyim. Bagaimana tidak. Lah wong biasanya LKTI itu presentase 20 Menit,
ini Cuma sekitar 7-10 Menit. Itu hanya cukup untuk moqaddimah.
Disana
langsung chek in. jam 4 itu dibuka, jam setengah 6 itu ditutup. Ada yang
mendapat jadwal presentasi malam ada yang mendapat presentasi pagi. Saya
kebetulan dapat malam. Jadi baru datan belum persiapan jam 7 sudah dimulai sesi
pertama. Selain itu juga yang unik lagi, presentasi di ruang tertutup, padahal
biasanya juga di ruang terbuka dengan dilihat oleh peserta lain. Ya saya
bismillah saja.
10.
Sudah merasa Puas?
Disana masih banyak yang jauh lebih berprestasi. Saya juga masih
banyak bidikan prestasi yang belum tercapai. Dibilang puas sih Alhamdulillah.
Tapi kalau suruh berhenti disini ya tidak bisa.
11.
Motivasi sebenarnya dari
mana?
Yang pertama adalah ikhlas tadi. Terus juga dari kedua orang tua
saya. Saya sadar belum bisa balas budi. Meskipun ibarat saya mengambil bintang,
prestasi saya masih belum banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar