Senin, 17 November 2014

Santri Tebuireng Berprestasi, Juara II LKTI Nasional


                Satu lagi sebuah pembuktian dari seorang santri, bahwa menjadi santri bukan halangan dalam berprestasi. Bahkan dengan menjadi santri, ada nilai plus yang bisa dimiliki. Rinaldyanti Rukmana Masruroh, Santri Putri SMA Ahmad Wahid Hasyim PP Tebuireng, berhasil meraih Juara II Lomba Karya Tulis Ilmiyah Nasional di Jakarta beberapa pekan lalu. Berikut wawancara ekslusif wartawan Tebuireng Online dengan Ririn.

1.    Kapan mulai mengenal dunia tulis menulis?
                Mulai mengenal tulis menulis  sebenarnya mulai SMA, terutama setelah masuk sanggar kepoedang. Tapi suka menulis sebenarnya dari SMP. Tapi fokusnya di puisi. Kalau LKTI itu dulu juga pernah iktu di SMP.

2.    Anda aktif di sanggar kepoedang?
Ya, kalau dibilang saya ini aktif secara kehadiran saya jarang hadir. Tapi secara eksistensi berkarya saya bisa bisa dibilang konsisten. Yang dibutuhkan menurut saya bukan hanya kehadirannya tapi lebih penting adalah karyanya. Banyak anggota yang sering datang tapi karyanya belum begitu banyak.

3.    Saya pernah mendengar anda mengirimkan 100 puisi kepada kepala sanggar kepoedang?
                Iya, itu dulu waktu SMP. Namanya juga anak kecil ya. Itu juga dikritik sama Ustadz Fauzan(Kepala sanggar Kepoedang).  Puisinya tentan cinta-cintaan begitu. Tapi kemaren sempat menulis puisi tentang pesantren dan pendidikan yang berjumlah 99 puisi saya beri nama “Asma’us Syair”. Untuk terbit tidaknya, terserah Ustadz Fauzan.

4.    Apa yang membuat Mbak Ririn ini memilih dunia tulis menulis, sedangkan di Tebuireng banyak sekali pilihan bidang yang bisa diwarnai oleh anda?
                Pertama memang berawal dari suka puisi. Dari pada dibuat menganggur dan geje-gejea, mending dipakai untuk menulis. Selain itu juga saya mendapat inspirasi dan motivasi dari Gus Solah. Beliau berkata bahwa kita itu dalam berdakwa itu tidak cukup dengan lisan saja. Atau juga tidak cukup hanya dengan tulisan, tapi dengan menggunakan dua-duanya.

5.    Definisi menulis menurut anda itu bagaimana?
                Apa ya? Menulis itu Ikhlas. Ikhlas mengeluarkan karya, ikhas mencurahkan mencurahkan hati, ikhlas memberikan inspirasi, ikhlas berdakwa, ikhlas memberikan motivasi. Jadi ikhlas itu yang penting. Dari pada lupa difikir terus mending ya ditulis.

6.    Ikhas materi Juga?
                Nggak juga sih, kalau untuk misalkan beli buku, pena, itu saya malah senang. Ada kepuasan dan kesenangan tersendiri. Bahkan kata teman-teman saya ini jarang jajan tapi kalau beli buku sakbrek. Jadi saya memang jarang jajan, lebih baik saya gunakan beli buku dan alat tulis.

7.    Bicara soal membagi waktu, apa kiat-kiat anda dalam membagi waktu disela-sela kesibukan menjadi santri?
                Sebenarnya saya itu juga masih belajar untuk membagi waktu. Tapi kalau untuk menulis ya saya sempetkan. Kembali lagi ke Ikhlas. Kalau sudah ikhlas itu diajak ngapain dan kemana saja sudah kebiasaan. Jadi saya sediakan satu buku untuk menulis khusus. Waktu istirahat di sekolah teman-teman bermain, ngobro-ngobrol. Disitulah di sela-sela ngobrol itu saya sempatkan menulis. Atau mungkin antri jabo, biasanya saya bawa novel dibaca sambil antri Jabo. Kadang juga bawa buku tofel. Saya kebetulan adalah penggila novel.
                Pernah saya coba menulis dalam waktu 10 detik ada 7 kata. Dalam waktu 2-3 menit harus sudah dapat 1 alinea. Bagaimana kalau 10 menit? Seminggu? Sebulan? Setahun? Bisa beralinea-alinea itu bahkan bisa jadi buku itu.

8.    Prestasi apa yang sudah di raih baik di bidang tulis menulis atau diluar itu?
Kalau dibilang prestasi, saya masih merasa sangat kurang. Masih banyak yang lain yang lebih hebat lagi. Juara-juara sih pernah kebanyakan selingkup Tebuireng. Pernah juga juara 4 LKTI Propinsi Jawa Timur dengan tema “Pengelolahan Daun Randu Ceiba Pertandra L. dengan Teknologi Ekstraksi sebagai Aternatif Obat Herbal pada Mulut” medali OSN Matematika di Bogor dan juga OSN Kimia dan yang terbaru ya LKTI Nasional kemaren itu.

9.    Kenapa pilih kitabnya Mbah Yai Hasyim dan apa pengalaman yang mengesankan dalam Lomba KTI Nasional itu?
                Dari coba-coba begitu. Pengen yang berebeda kan tentan pesantren. Ada yang temanya tentang peran Kyai. Jadi angkat saja kitab Adabul Muta’allim karya Mbah Yai Hasyim Asy’ari, kan masih jarang  yang tau tentang kitab itu. tapi disana saya merasa paling ndak bisa. Yang mengikuti lomba itu adalah para mahasiswa-mahasiswa sedangkan saya masih SMA. Selain saya yang dari SMA itu ada dari Jogja. Selain itu adalah para mahasisw. Bahkan ada yang dari Ma’had Aly Situbondo yang terkenal itu. Bahkan yang juara 5 dari Krapyak itu baru saja di Wisuda. Tapi alhamdulilah mungkin karena barokahnya Yai Hasyim. Bagaimana tidak. Lah wong biasanya LKTI itu presentase 20 Menit, ini Cuma sekitar 7-10 Menit. Itu hanya cukup untuk moqaddimah.
                Disana langsung chek in. jam 4 itu dibuka, jam setengah 6 itu ditutup. Ada yang mendapat jadwal presentasi malam ada yang mendapat presentasi pagi. Saya kebetulan dapat malam. Jadi baru datan belum persiapan jam 7 sudah dimulai sesi pertama. Selain itu juga yang unik lagi, presentasi di ruang tertutup, padahal biasanya juga di ruang terbuka dengan dilihat oleh peserta lain. Ya saya bismillah saja.

10.     Sudah merasa Puas?
Disana masih banyak yang jauh lebih berprestasi. Saya juga masih banyak bidikan prestasi yang belum tercapai. Dibilang puas sih Alhamdulillah. Tapi kalau suruh berhenti disini ya tidak bisa.

11.     Motivasi sebenarnya dari mana?
Yang pertama adalah ikhlas tadi. Terus juga dari kedua orang tua saya. Saya sadar belum bisa balas budi. Meskipun ibarat saya mengambil bintang, prestasi saya masih belum banyak.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar