Degradasi moralitas dikalangan
generasi muda sekarang ini menjadi salah satu persoalan serius. Menjamurnya
lembaga pendidikan agama dari tingkatan PAUD hingga Perguruan Tinggi berperan
besar dalam menyiapkan generasi masa depan yang berkualitas. Baik secara
akademis maupun spiritual. Lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini diamanahi
mendidikan generasi yang andal belumlah sepenuhnya berhasil. Terbukti, banyak generasi muda sekarang ini
baik yang bersekolah di formal maupun non formal gagal menjadi manusia yang
baik. Korupsi dan perilaku perbuatan menyimpang lainnya menghidapi mereka. Nah,
inilah yang menjadi kegelisahan bersama. Kita umat Islam memiliki sebuah kitab
suci yang sangat kaya dengan ajaran nilai pendidikan karakter. dalam kesempatan
ini, marilah kita simak wawancara Abror, Wartawan Tebuireng Media Group dengan bapak
Muhaimin Zein, salah satu petinggi di Perguruan Tinggi Ilmu Al Qura'an, PTIQ
Jakarta,
Apa yang
dimaksud dengan mencetak generasi Qur’ani?
Kebanyakan
kita sekarang ini, berhenti pada membaca al-Qur’an, bukan berarti tidak baik.
Itu baik, tetapi belum selesai disitu, apalagi ada wisuda. Tingkatanya wisuda
ya sudah, sudah selesai. Memiliki ijazahnya,
parahnya lagi tidak belajar ke tingkatan selanjutnya. Seharusnya, melanjutkan
pendidikannya. Sebenarnya TPQ-TPQ itu hutang. Itu harus ditindak lanjuti. Okelah
wisuda itu baik mendorong semangat anak dalam belajar. Tetapi kalau
kesemangatan itu berhenti di jalan bagaimana? Orang tua dan gurunya merasa
sudah selesai. Itu menjadi PR kita,
bahwa wisuda itu bukan artinya selesai. Sah-sah saja kita bangga dengan adanya
TPQ/TPA yang sudah tersebar di daerah-daerah. Tetapi jangan kita terbuai dengan
kebanggaan itu. Mencetak umat itu belum menjadi tujuan. Saya ini kan praktisi
MTQ. Di MTQ itu setelah perlombaan selesai, seolah-olah selesai juga dengan al-Qur’an
dapat juara yang sudah, tidak terlihat lagi. Jangan terbuai, Indonesia Juara
International, seolah-olah agama itu MTQ.
Standarisasi
generasi Qur’ani itu seperti apa? Apakah cukup dengan membaca al-Qur’an,
menghapalnya, atau lebih tinggi beramal dengan al-Qur’an tersebut?
Ya
memang tujuan mengarah kesana. Tetapi untuk menuju kesana kita butuh bertahap. Tidak
bisa langsungan begitu. Dibimbing dulu, diajarkan bacaan yang benar, tajwidnya,
makharijul hurufnya, lagu-lagunya. Tetapi acaokali kebablasan. Seolah-olah
kalau sudah belajar lagu, belajar lagu terus, setelah bisa selesai. Setelah
ikut MTQ juara, turun dari mimbar sudah tidak terdengar lagi. Banyak qari’-qari’
yang setelah juara kembali lagi ke asalnya, setelah haji ya jadi gembala
kambing, yang di sawah ya macul lagi, yang asalnya pedagang ya pedagang lagi. Harapan
kita bukan itu. Bagaimana bisa menjaga akhlaqul karimah. Bagaimana menjadi
seorang qari’ tapi sarjana, tapi ulama’, tapi mengamalkan al-Qur’an.
Tantangan terbesar dalam mencetak kader
Qur’ani itu sebenarnya apa? Apakah misalnya seperti degradasi moral di tengah
masyarakat itu menjadi tantangan besar?
Hambatan
paling besar adalah pemahaman terhadap al-Qur’an. Untuk semangat Alhamdulillah,
sudah ada semangat tersebut. Mendorong para generasi, menyadarkan guru-gurunya,
dan memberikan pengertian kepada orang tuanya, bahwa pendidikan dini ini belum
selesai.
Saya mendengar bapak ini ketua PB Jam’iyyah
Qurra’ wal Huffadh Nahdhatul Ulama’ (JQHNU) bagaimanakah peran JQH dan NU pada
umumnya dalam mencetak generasi Qur’ani?
Bukan
pada umumnya, JQH ya NU begitu. Saya mengarahkan kepada JQH untuk tidak hanya
konsentrasi pada MTQ. Kalau santri-santri yang memiliki suara bagus, ya kita
arahkan ke MTQ, santri-santri yang hafalannya baik suaranya juga mantap kita
arahkan ke MHQ, jika ada santri-santri yang suaranya kurang bagus, kita
baguskan bacaannya, lalu kita arahkan ke pemahaman al-Qur’an, mendalami
kajian-kajian keilmuan, dan menjadi mufassir.
Pendiri dari Jam’iyyah Qurra’ wal Huffadz
sendiri itu kan KH. A. Wahid Hasyim, peran beliau dalam mencetak generasi
qur’ani dan secara umum mencetak generasi bangsa yang berkualitas dan religius
itu seperti apa?
Ketika
KH. A. Wahid Hasyim mendirikan Jam’iyah Qurra’ wal Huffadz, beliau berhasil
mengadakan MTQ pertama di Indonesia. Dari MTQ yang pertama KH. A. Wahid Hasyim
ini berhasil mencetak pra ulama’-ulama’ al-Qur’an dan qari’-qari’ yang luar
biasa. Tidak hanya qari’ sebagai penyanyi al-qur’an. Tetapi ulama’ al-Qur’an.
Mohon maaf banyak diantara qari’-qari’ yang sekarang pekerjaanya menyanyikan
al-Qur’an. Bernyanyi, tapi syairnya al-Qur’an begitu. Sedangkan zaman Kiai
Wahid, banyak mencetak ulama’ al-Qur’an yang alim, faqih, dan mendalami isi
al-Qur’an, mengamalkan dan banyak mendirikan pesantren. Contohnya, KH. Hasyim
Husain, KH Bashori Alwi Malang, KH Ahmad Said di Jawa Tengah, KH Agus Mansyur
di Banten, KH Azroil di Medan, dan KH Rasyid Jibril di Palembang. Dari
mengadakan MTQ Pondok Pesatren seIndonesia pertama. Kemudian tahun 1968
diangkat oleh pemerintah menjadi LPTQ yang mengadakan MTQ nasional itu adalah
hutang kementrian agama yang belum dikembalikan. Padahal LPTQ itu adalah asset
JQHNU.
Bapak pernah menulis buku tentang Qur'an
sunni-syiah itu sama itu membahas apa?
Saya
sebenarnya ingin Saddudz Dzariah. Saya ingin antisipasi secara prefentif Jangan sampai generasi muda kita itu terpecah
belah. Sebenarnya Qur’an Syiah dan Sunni
itu sama persis sekarang kita itu diadu domba. Orang Sunni dibiayai dan diberi
senjata serta di doktrin “Qur’an kamu itu ditahrif”. Orang Syiah juga diberikan
hal yang sama “Qur’an kamu itu ditahrif orang Sunni. Sebenarnya segini jumlahnya
kok jadi hanya segini”. Akhirnya adu domba ini berhasil menjadikan peperangan
diantara kelompok Islam, Salafi, Sunni, Syiah perang satu sama lainnya.
Akhirnya umat Islam terpecah belah gara-gara itu. Itu akan merambat di
Indonesia yang diawali di Sampang,
Madura. Saya mengomentari dari segi al-Qur’annya saja, ada yang mengatakan “Loh
mereka itu Qur’annya beda. Orang Syiah itu punya Qur’an sendiri”, mana
buktinya? Ada nggak bukti fisiknya?.“Loh mereka itu Taqiyah”, Taqiyah itu ya
menyembunyikan imannya. Untuk apa orang Syiah menyembunyikan al-Qur’an, padahal
al-Qur’an kan pedoman hidup. Lah kita
lihat saja Iran, satu-satunnya Negara Islam yang berani menentang Amerika dan
Barat. Kalau begitu siapa yang taqiyah sekarang?Siapa yang takut dengan barat? Misalnya
saya orang NU saya berada pada lingkungan pekerjaan yang dipimpin oleh
orang Muhammadiyah. Saya menyembunyikan
keNUan saya. Kalau menunjukkan ke NUan saya bisa tidak bisa dikasih job. Lah
ini namanya taqiyah. Sedangkan Iran semakin gencarnya melawan barat tanpa taku,
Negara Arab diam saja. Tolong saya tunjukkan bukti Qur’an mereka berbeda. Kalau
tidak ada, maka itu fitnah. Jangan melakukan profokasi dengan masalah itu. Seperti
orang-orang yang mengatakan saya Syiah. Apa dasarnya mengatakan saya Syiah?
Bicara itu ilmiyah jangan hawa nafsu. Saya punya buktinya kalau Qur’an Sunni-Syiah
itu sama. Mushafnnya da wujudnya ada. Saya sudah melakukan penelitian ke Iran
selama 3 kali. Lembaga al-Qur’an yang mengajarkan al-Qur’an juga sama saja
tidak ada yang beda. Saya menyaksikan MTQ nasional disana juga tidak ada yang
beda, sama saja. Jadi itu semua fitnah.Jangan mudah diadu domba.
Jadi, 17.000 menjadi 6000 ditangan Sunni itu
bohong?
Ya
itu bohong sekali. Memang benar dokumentasi Abdullah bin Mas’ud itu ada 17.000
tapi itu ditambah dengan redaksi penafsiran. Misal حافظوا على الصلوات الوسطى ditambah dengan و صلاة العصر. Banyak sekali
yang selain itu.Itu fitnah.Dengan buku ini saya menolak anggapan saya dibiayai
oleh syiah. Dimana-mana buku saya dibedah di Balikpapan, Medan, Jakarta, dll.
Berangkat dari desertasi. Yang mengadakan organisasi yang meperjuangkan
persatuan umat, dari NU, Muhammadiyah, Persis dan wahabi juga diundang. Cuma tidak
datang.Mereka SMS ke pak Akhsin Sakhoh rekan saya di PTIQ “Pak Akhsin saya
menyesalkan kenapa Anda menyetujui desertasinya Pak Muhaimin”. Seharusnya
mereka datang saja supaya tahu.
Bicara soal pesantren, seberapa besar
pengaruh pesantren dalam mencetak generasi Qur’ani dan mengatasi perpecahan
umat?
Pesantren
sekarang sudah dikelas-kelaskan.Ada yang konsentrasi hadist ada yang
konsentrasi syariah ada yang konsentasi aqidah ada yang konsen di umumnya. Bimbingan
al-Quran di TPQ/TPI itu jangan dihentikan.Dilanjutkan. Dibina bacaan yang
benar. Terus pemahaman dan yang mampu menhapal ya menghapal.
Tebuireng sekerang menggagas Pesantren
Transains. Mencari relevansi al-Qur’an dan Sains. Bagaimana tanggapan anda?
Itu
bagus sekali itu perlu dikawinkan. Sekarang ini orang Islam ada mengatakan
bahwa terjadinya bumi itu didasarkan bukan pada al-Qur’an. Seperti proses
hidrologi itu ada di al-Qur’an. Lah, santri sekarang ini masih belum mampu
untuk mengawinkan itu. Makanya santri itu harus dikawinkan dengan LIPI. Itu
saya terapkan di mata kuliah Tafsir Tematik di Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an al-Hikam.
Jadi saya kasih judul “Coba Anda cari asal-asul kejadian alam. Kejadian
Matahari, siang malam? Apa teori apa? Apa ayat al-Qur’annya. Ilmu nasa
menyampaikan bahwa mereka sudah sampai ke bulan turun dengan selamat, selamet
mana? Selamet effendi apa selamet lain? Padahal poto itu dibawa dari India,
suara Adam itu adalah suara Abdul Basyit. Lah ini yang harus dipadukan. Saatnya
santri bisa seperti itu.
Terakhir Pak, pesan-pesan buat para santri?
Pesan
santri, saya ambil dari makalahnya KH. Abdul Kholik Hasyim bahwa jadilah ulama’
semua! Tapi ulama’ yang nomer satunya para ulama’. Kalau tidak bisa jadi ulama’
jadilah apa saja, misal pengusaha, maka jadilah pengusaha yang nomer satunya
para pengusaha. Jadi politikus ya yang nomer satunya politikus. Jadi begitu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar