Senin, 17 November 2014

Mencetak Generasi Qur'ani Wawancara dengan Dr. Muhaimin Zen


                Degradasi moralitas dikalangan generasi muda sekarang ini menjadi salah satu persoalan serius. Menjamurnya lembaga pendidikan agama dari tingkatan PAUD hingga Perguruan Tinggi berperan besar dalam menyiapkan generasi masa depan yang berkualitas. Baik secara akademis maupun spiritual. Lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini diamanahi mendidikan generasi yang andal belumlah sepenuhnya berhasil.  Terbukti, banyak generasi muda sekarang ini baik yang bersekolah di formal maupun non formal gagal menjadi manusia yang baik. Korupsi dan perilaku perbuatan menyimpang lainnya menghidapi mereka. Nah, inilah yang menjadi kegelisahan bersama. Kita umat Islam memiliki sebuah kitab suci yang sangat kaya dengan ajaran nilai pendidikan karakter. dalam kesempatan ini, marilah kita simak wawancara Abror, Wartawan Tebuireng Media Group dengan bapak Muhaimin Zein, salah satu petinggi di Perguruan Tinggi Ilmu Al Qura'an, PTIQ Jakarta,

 Apa yang dimaksud dengan mencetak generasi Qur’ani?
Kebanyakan kita sekarang ini, berhenti pada membaca al-Qur’an, bukan berarti tidak baik. Itu baik, tetapi belum selesai disitu, apalagi ada wisuda. Tingkatanya wisuda ya sudah, sudah selesai. Memiliki ijazahnya, parahnya lagi tidak belajar ke tingkatan selanjutnya. Seharusnya, melanjutkan pendidikannya. Sebenarnya TPQ-TPQ itu hutang. Itu harus ditindak lanjuti. Okelah wisuda itu baik mendorong semangat anak dalam belajar. Tetapi kalau kesemangatan itu berhenti di jalan bagaimana? Orang tua dan gurunya merasa sudah selesai. Itu menjadi  PR kita, bahwa wisuda itu bukan artinya selesai. Sah-sah saja kita bangga dengan adanya TPQ/TPA yang sudah tersebar di daerah-daerah. Tetapi jangan kita terbuai dengan kebanggaan itu. Mencetak umat itu belum menjadi tujuan. Saya ini kan praktisi MTQ. Di MTQ itu setelah perlombaan selesai, seolah-olah selesai juga dengan al-Qur’an dapat juara yang sudah, tidak terlihat lagi. Jangan terbuai, Indonesia Juara International, seolah-olah agama itu MTQ.
 Standarisasi generasi Qur’ani itu seperti apa? Apakah cukup dengan membaca al-Qur’an, menghapalnya, atau lebih tinggi beramal dengan al-Qur’an tersebut?
Ya memang tujuan mengarah kesana. Tetapi untuk menuju kesana kita butuh bertahap. Tidak bisa langsungan begitu. Dibimbing dulu, diajarkan bacaan yang benar, tajwidnya, makharijul hurufnya, lagu-lagunya. Tetapi acaokali kebablasan. Seolah-olah kalau sudah belajar lagu, belajar lagu terus, setelah bisa selesai. Setelah ikut MTQ juara, turun dari mimbar sudah tidak terdengar lagi. Banyak qari’-qari’ yang setelah juara kembali lagi ke asalnya, setelah haji ya jadi gembala kambing, yang di sawah ya macul lagi, yang asalnya pedagang ya pedagang lagi. Harapan kita bukan itu. Bagaimana bisa menjaga akhlaqul karimah. Bagaimana menjadi seorang qari’ tapi sarjana, tapi ulama’, tapi mengamalkan al-Qur’an.
Tantangan terbesar dalam mencetak kader Qur’ani itu sebenarnya apa? Apakah misalnya seperti degradasi moral di tengah masyarakat itu menjadi tantangan besar?
Hambatan paling besar adalah pemahaman terhadap al-Qur’an. Untuk semangat Alhamdulillah, sudah ada semangat tersebut. Mendorong para generasi, menyadarkan guru-gurunya, dan memberikan pengertian kepada orang tuanya, bahwa pendidikan dini ini belum selesai.
Saya mendengar bapak ini ketua PB Jam’iyyah Qurra’ wal Huffadh Nahdhatul Ulama’ (JQHNU) bagaimanakah peran JQH dan NU pada umumnya dalam mencetak generasi Qur’ani?
Bukan pada umumnya, JQH ya NU begitu. Saya mengarahkan kepada JQH untuk tidak hanya konsentrasi pada MTQ. Kalau santri-santri yang memiliki suara bagus, ya kita arahkan ke MTQ, santri-santri yang hafalannya baik suaranya juga mantap kita arahkan ke MHQ, jika ada santri-santri yang suaranya kurang bagus, kita baguskan bacaannya, lalu kita arahkan ke pemahaman al-Qur’an, mendalami kajian-kajian keilmuan, dan menjadi mufassir.
Pendiri dari Jam’iyyah Qurra’ wal Huffadz sendiri itu kan KH. A. Wahid Hasyim, peran beliau dalam mencetak generasi qur’ani dan secara umum mencetak generasi bangsa yang berkualitas dan religius itu seperti apa?
Ketika KH. A. Wahid Hasyim mendirikan Jam’iyah Qurra’ wal Huffadz, beliau berhasil mengadakan MTQ pertama di Indonesia. Dari MTQ yang pertama KH. A. Wahid Hasyim ini berhasil mencetak pra ulama’-ulama’ al-Qur’an dan qari’-qari’ yang luar biasa. Tidak hanya qari’ sebagai penyanyi al-qur’an. Tetapi ulama’ al-Qur’an. Mohon maaf banyak diantara qari’-qari’ yang sekarang pekerjaanya menyanyikan al-Qur’an. Bernyanyi, tapi syairnya al-Qur’an begitu. Sedangkan zaman Kiai Wahid, banyak mencetak ulama’ al-Qur’an yang alim, faqih, dan mendalami isi al-Qur’an, mengamalkan dan banyak mendirikan pesantren. Contohnya, KH. Hasyim Husain, KH Bashori Alwi Malang, KH Ahmad Said di Jawa Tengah, KH Agus Mansyur di Banten, KH Azroil di Medan, dan KH Rasyid Jibril di Palembang. Dari mengadakan MTQ Pondok Pesatren seIndonesia pertama. Kemudian tahun 1968 diangkat oleh pemerintah menjadi LPTQ yang mengadakan MTQ nasional itu adalah hutang kementrian agama yang belum dikembalikan. Padahal LPTQ itu adalah asset JQHNU.
Bapak pernah menulis buku tentang Qur'an sunni-syiah itu sama itu membahas apa?
Saya sebenarnya ingin Saddudz Dzariah. Saya ingin antisipasi secara prefentif  Jangan sampai generasi muda kita itu terpecah belah.  Sebenarnya Qur’an Syiah dan Sunni itu sama persis sekarang kita itu diadu domba. Orang Sunni dibiayai dan diberi senjata serta di doktrin “Qur’an kamu itu ditahrif”. Orang Syiah juga diberikan hal yang sama “Qur’an kamu itu ditahrif orang Sunni. Sebenarnya segini jumlahnya kok jadi hanya segini”. Akhirnya adu domba ini berhasil menjadikan peperangan diantara kelompok Islam, Salafi, Sunni, Syiah perang satu sama lainnya. Akhirnya umat Islam terpecah belah gara-gara itu. Itu akan merambat di Indonesia  yang diawali di Sampang, Madura. Saya mengomentari dari segi al-Qur’annya saja, ada yang mengatakan “Loh mereka itu Qur’annya beda. Orang Syiah itu punya Qur’an sendiri”, mana buktinya? Ada nggak bukti fisiknya?.“Loh mereka itu Taqiyah”, Taqiyah itu ya menyembunyikan imannya. Untuk apa orang Syiah menyembunyikan al-Qur’an, padahal al-Qur’an kan pedoman hidup.  Lah kita lihat saja Iran, satu-satunnya Negara Islam yang berani menentang Amerika dan Barat. Kalau begitu siapa yang taqiyah sekarang?Siapa yang takut dengan barat? Misalnya saya orang NU saya berada pada lingkungan pekerjaan yang dipimpin oleh orang  Muhammadiyah. Saya menyembunyikan keNUan saya. Kalau menunjukkan ke NUan saya bisa tidak bisa dikasih job. Lah ini namanya taqiyah. Sedangkan Iran semakin gencarnya melawan barat tanpa taku, Negara Arab diam saja. Tolong saya tunjukkan bukti Qur’an mereka berbeda. Kalau tidak ada, maka itu fitnah. Jangan melakukan profokasi dengan masalah itu. Seperti orang-orang yang mengatakan saya Syiah. Apa dasarnya mengatakan saya Syiah? Bicara itu ilmiyah jangan hawa nafsu. Saya punya buktinya kalau Qur’an Sunni-Syiah itu sama. Mushafnnya da wujudnya ada. Saya sudah melakukan penelitian ke Iran selama 3 kali. Lembaga al-Qur’an yang mengajarkan al-Qur’an juga sama saja tidak ada yang beda. Saya menyaksikan MTQ nasional disana juga tidak ada yang beda, sama saja. Jadi itu semua fitnah.Jangan mudah diadu domba.
Jadi, 17.000 menjadi 6000 ditangan Sunni itu bohong?
Ya itu bohong sekali. Memang benar dokumentasi Abdullah bin Mas’ud itu ada 17.000 tapi itu ditambah dengan redaksi penafsiran. Misal حافظوا على الصلوات الوسطى  ditambah dengan و صلاة العصر. Banyak sekali yang selain itu.Itu fitnah.Dengan buku ini saya menolak anggapan saya dibiayai oleh syiah. Dimana-mana buku saya dibedah di Balikpapan, Medan, Jakarta, dll. Berangkat dari desertasi. Yang mengadakan organisasi yang meperjuangkan persatuan umat, dari NU, Muhammadiyah, Persis dan wahabi juga diundang. Cuma tidak datang.Mereka SMS ke pak Akhsin Sakhoh rekan saya di PTIQ “Pak Akhsin saya menyesalkan kenapa Anda menyetujui desertasinya Pak Muhaimin”. Seharusnya mereka datang saja supaya tahu.
Bicara soal pesantren, seberapa besar pengaruh pesantren dalam mencetak generasi Qur’ani dan mengatasi perpecahan umat?
Pesantren sekarang sudah dikelas-kelaskan.Ada yang konsentrasi hadist ada yang konsentrasi syariah ada yang konsentasi aqidah ada yang konsen di umumnya. Bimbingan al-Quran di TPQ/TPI itu jangan dihentikan.Dilanjutkan. Dibina bacaan yang benar. Terus pemahaman dan yang mampu menhapal ya menghapal.
Tebuireng sekerang menggagas Pesantren Transains. Mencari relevansi al-Qur’an dan Sains. Bagaimana tanggapan anda?
Itu bagus sekali itu perlu dikawinkan. Sekarang ini orang Islam ada mengatakan bahwa terjadinya bumi itu didasarkan bukan pada al-Qur’an. Seperti proses hidrologi itu ada di al-Qur’an. Lah, santri sekarang ini masih belum mampu untuk mengawinkan itu. Makanya santri itu harus dikawinkan dengan LIPI. Itu saya terapkan di mata kuliah Tafsir Tematik di Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an al-Hikam. Jadi saya kasih judul “Coba Anda cari asal-asul kejadian alam. Kejadian Matahari, siang malam? Apa teori apa? Apa ayat al-Qur’annya. Ilmu nasa menyampaikan bahwa mereka sudah sampai ke bulan turun dengan selamat, selamet mana? Selamet effendi apa selamet lain? Padahal poto itu dibawa dari India, suara Adam itu adalah suara Abdul Basyit. Lah ini yang harus dipadukan. Saatnya santri bisa seperti itu.
Terakhir Pak, pesan-pesan buat para santri?

Pesan santri, saya ambil dari makalahnya KH. Abdul Kholik Hasyim bahwa jadilah ulama’ semua! Tapi ulama’ yang nomer satunya para ulama’. Kalau tidak bisa jadi ulama’ jadilah apa saja, misal pengusaha, maka jadilah pengusaha yang nomer satunya para pengusaha. Jadi politikus ya yang nomer satunya politikus. Jadi begitu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar