Minggu, 16 November 2014

Dijemput


            Malam itu menjelang tidur, pandangan Irosy tertuju pada tubuh mungil di depannya. Seperti dengan tatapan penuh harap, cemas. Tubuh mungil itu acuh dengan palingan muka yang benar-benar menjengkelkan. Tubuh itu adalah Azyer, adek beda ayah beda ibu tiada sambung dara samasekali. Adek angkat. Sebuah fenomena aneh di pesantren.
            “ Azyer, dengerin kakak! Jangan main ke rental PS lagi! Kasian mama kamu nyari uang. Kamu malah hura-hura dek.” Dengan sedikit wajah kesal lagi khawatir.
            “Apa sih kak? Aku kan dah gedhe. Bukan anak-anak lagi. Ah.. kakak nggak usah ikut campur urusanku lagi!” tubuh itu pergi meninggalkan Irosy dalam kesakitan bathin yang menjorok sangat dalam.
            Azyer dulu adalah anak yang baik. Entah pangaruh pergaulan santri yang tidak benar ia menjadi acuh dan keras kepala. Hobi keluar malam, ngerental PS, dan lain-lain yang nothing importent. Walau Azyer bukan adek kandung Irosy, tapi Irosy menyayanginya jauh dari kata biasa. Kecerian Azyer adalah ladang bunga Irosy, penderitaan Azyer adalah adalah kawah panas bagi Irosy. Azyer berubah. Nakal, egois, acuh, keras kepala. Adek yang ia sayangi, yang ketika sakit ia rawat, ketika sedih ia hibur, hingga kadang materi tiada harganya untuk sekedar melihat Azyer tersenyum bahagia, harus menelan pahitnya pubertas yang sulit terkontrol.
########

            Setelah maghrib, saatnya banyak menimba ilmu. Kitab Mukhtarul ahadist oleh Kiai. Tapi di sudut kanan tengah, Irosy tidak tenang. Bagamaimana tidak? Sejak tadi siang ia tidak menemukan adeknya. Maknaan jawa yang dibacakan kyai serasa angin lewat. Pikirannya melayang-layang menari-nari bingung, kemana Azyer sekarang?
            Sampai isyak lewat, belum juga ketemu. Ia sudah mencari di kelas, asrama, perpus, lab-comp, masjid, nihil. Tanpa basa-basi ia harus mencari keluar pondok. Ke warung cak Bolot, gorengan mbak Sri, rental warnet, bahkan rental PS langganan Azyer tutup, katanya tetangganya, sudah pindah sejak tadi shubuh-shubuh. Kata NIHIL masih menerawang jelas. Kadang dalam lamunannnya ia merasa gagal, gagal menjaga Azyer. Ia coba-coba menerka-nerka, dimana Azyer. Bahkan ia sampai menduga diculik. Tapi sesegera ia hapus angan-angan gila itu. Ia tidak mau angan-angan itu nyata. Akhirnya ia khusnudzon Azyer mungkin ke rumah neneknya. Hujan turun menuaikan musik-musik khasnya membentur bumi, ditambah petir yang terus menambah suasana klimaks menyeramkan. Sedih.
########
            Hingga siang datang, Azyer belum muncul. Seketika itu hilang segala khunudzonnya. Setelah lama berpikir, ia memutuskan brangkat mencari adeknya, kemanapun itu. Tapi saat mencoba mencari jejak. Saat ia menuju ke lemari Azyer ia temukan secarik kertas bertuliskan “ Jalan Mepet Sawah No 18” apa maksudnya.
            “ ini aku yakin tulisan Azyer. Tapi apa maksudnya? Alamat siapa ini?”,gumamnya mencoba menebak teki-teka yang tersirat itu. Tapi tak lama ia mengacuhkannya,” alah ini nggak ada hubungannya ma Azyer.” Lalu dia pergi.

            Di kota yang jauh ini ia tidak punya saudara apalagi teman satu pun. Ia bingung hendak kemana lagi. Tapi ia selalu tertarik menentukan arah. Di tengah perjalanan ia melihat sebuah jalan yang membuatnya tertarik belok. “Baiklah nggak ada salahnya mencoba. “katanya lirih melawan semua pilihan.  Ia telusuri jalan itu tidaka ada rumah selain satu rumah besar dan kosong. Tapi sebentar, mata irosy tertuju pada satu rumah kosong itu seperti melihat sesuatu. Ya didepan mobil itu ada 2 mobil kijang inova. Irosy terheran mana mungkin rumah kayak gitu ada yang mnempati wong atap rumahnya aja nggak lengkap. Dan tembok belakang ada yang roboh. Akhirnya ia putuskan untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi. Ia mencoba perlahan melangkah menggapai jendela depan. Berhasil. Ia melihat ke dalam. Disana ada segrombolan orang di ruang tamu yang berokok dan berminum ria. 
            Tak lama kemudian segrombolan anak-anak berbaju compang-camping ada yang telanjang dada. Dengan badan yang kumus-kumus. Tatapan menelan kamboja, kasian sekali mereka. Dalam hati Irosy bergumam,”Huh aku harus menolong mereka. Masalah Azyer........ah ini lebih penting. Semoga azyer baik-baik saja. Ya Allah bari hamba jalan. Innaka ma’ana”.
            Mencoba mencari cara ia langsung menuju bagian belakang rumah. Pintu terkunci. Sembari berpikir ia menuju samping kanan, tidak ada cela. Ia bingung telepon dia nggak ada HP, teriak, sapa yang dengar ditengah sawah begini. Lalu ia mencoba ke kamar tempat anak-anak itu dikuluarkan. Betul kamar itu ada jendela terbuka lebar. Kebetulan kosong. Berhasil masuk ia mengintgip keadaan ruang tamu.
            “Apa yang mereka lakukan ya? Ha?”, penglihatan Irosy tertuju pada sosok mungil yang biasanya ia temui di pondok setiap hari. Ya ada Azyer. “ Azyer.....! kurang ajar apa yang mereka lakukan. Sebentar itu kan........Baba Ling, pemilik rental PS langganan Azyer.” Ya diantara beberapa wajah brandal itu ada sosok tua bermata sipit dan putih dari rambut sampai kaki, Baba Ling, pemilik rental PS langganan Azyer. Bararti alasan pindah, Baba ling membawa anak-anak ini.
            “Hahahaha.......kita akan kaya Bos”, salah satu diantara mereka kepada Baba Ling.
            “Oe’ bangga sama Kalian ha. Ini uang muka dulu kalau mereka dah laku. Cina apa Hongkong ya?”, kurang ajar Baba ling sepertinya ingin menjadikan mereka korban human traficking.
            Irosy geram mencoba menenangkan hati, melawan mereka dengan sekuat tenaga, “Hei..Baba ling! Lepaskan mereka!”
            “Kak Irosy????”, suara lirih itu melemas dari sudut tenggara Azyer berada.
            “Tenang dek, kakak disini. Kita punya Allah”, jawab Irosy mencoba memabuat senyuman sementara pada adeknya.
            “Hahahaha”, mereka semua tertawa. Seakan menertawai anak muda yang mencoba berani menantang mereka. “Siapa kamu anak muda, bau kencur berani menantang kami?”.
            “Lepaskan mereka! Baba ling, pemilik rental PS, anda pindah profesi rupanya. Apa kurang profesi lama anda?”,
            “Ya inilah profesiku. Rental hanya sebagai pemulus saja. Hahahahha.....! kalian ringkus dia hidup atau mati! Cepat ! “
            Perkelahian tak bisa dihindari. Tenang saja, Irosy coba mengingat jurus silat yang ia pelajari di pondok. Dia adalah juara tingkat propinsi. Dan sering juga melatih dasar-dasar silat. 
            “Ciak....Duk,,,Dak..”, suasana itu cukup menegangkan. Tapi sabung itu dimenangkan oleh sang jawara propinsi. Para begudal brandal itu terkapar tak berdaya. Sedang Baba Ling kabur. Searah dengan larinya angin siang itu.
            “Hore,,,,,,kakak kamu hebat ya Zyer...!”, salah seorang anak calon korban trafficking.
            “Kak...!”suara itu lemas penuh air mata. Ia selamat. Setidaknya saat itu.
            “Ayo semua kita keluar. Dek !” Pelukan hangat adek pada kakak yang seakan lama sekali tidak bertemu.
            “Maafin Azyer kak,,,Azyer khilaf..! kata Azyer tanda penyesalan.
            “Udahlah dek, dah tugas kakak. Ayo cepat kita keluar dari rumah laknat ini”, ajak Irosy.
            Mereka semua keluar. Kebahagiaan datang menghampiri mereka sementara ataukah selamanya. Dalam angan-angan mereka bisa berkumpul di rumah dengan keluarga mereka.
“Kak nanti adek pijitin ya kak!”, kata Azyer sembari menujukkan luka bengkak pada kakinya.
            “Kakak yang dipijit dong!”, jawab Irosy tak mau kalah.
            “Hahahha..”suasana cair setelah lama membeku mengalahkan kutub utara. Tapi.........
            “Door!”, suara tembakan entah dari siapa menuju siapa. Tapi sepertinya Irosy tahu.
            “Azyer....Awas...! memeluk Azyer. “Ah....hihhihihi...!” senyuman meringis teraut dengan cairan merah keluar menghiasi wajahnya.
            “Kak, kak Irosy..kak”, menidurkan Irosy. Mengeluarkan air mata sedih, takut, cemas.
            Irosy tertembak dadanya. Menghalangi peluru dari manusia jahat bersarang di tubuh adeknya.  “ Adek, Maafin kakak ya! Kakak jahat ya “,suara merintih tersengal-sengal menahan sakit. Azyer hanya bisa berisyarat menggeleng kepala sebab air mata yang tak mahu ditahan. “ Eh,,,,ka...kak su..dah men,,campuri u ,,urusan adek..”. semakin hilang suara itu ditelan angin yang semakin kencang.
            “Nggak kak. Adek bawa ke rumah sakit ya? Ayo kalian kenapa dia? Dia penyelamat kalian. Ayo angkat bareng-bareng”.
            Menahan tangan Azyer, maksud menolak. “tidak... dek. Nggak... u...sah, lagi,,,lagipula kakak sssss,,sudah ada yang,,,jemput”.
            “Jemput????”, seribu kali tanda tanya menari-nari mengitari angannya. Bingung.
            “Ya...kakak di,,,,,,jemput. Tu, beri salam pa,,,,da tamu agung ka,,kak...!” ya betul sekali tamua agung. Malaikat maut.
            “Kakak ngomong apa? Adek nggak ngerti kak?”, air mata Azyer bertubi-tubi kubikan jumlahnya terkucur deras.
            “ja,,,jangan nakal! Kasian ma,,,ma kamu. Ka...kak pamit ya pe,,,rgi lama.... sekali. “Ah..Laila.....hailallah”, Azyer terdiam,” Muhamm,,,mad ro,,,sul Allah. Assala....mualaikum!”, Irosy lama akan pergi, betul sekali. Malah selamanya. Azyer hanya bisa menangis. Rerumputan bergoyang-goyang dihempas angin siang, terus berdzikir mendoakan arwah mayat yang terkapar dipangkuan seorang tubuh mungil. Ingatan Azyer melayang pada saat-saat ia sakit, digendong,dibopong, saat sakit asma akibat rokok setiap hari kambuh dia yang selalu ada membacakan yassin,dan surat Ar –ro’d. Obat, makanan, minuman tak pernah absen tersedia. Tapi apakah yang ia balas? Keegoisan dan kekeraskepalahannya yang berujung pada kepergian Irosy selamanya. Ya meninggalkan kisah yang tak akan ia lupakan, dan jasad di pangkuannya yang tak lama lagi akan dipendam dalam sunyi. Ambulance, polisi, mobil pondok datang bergerombol. Sayang hanya sebagai pahlawan kesiangan. Tak akan membuat sang pahlawan kembali.
            “Kakak........!!”

TAMAT


Tidak ada komentar:

Posting Komentar