Malam itu
menjelang tidur, pandangan Irosy tertuju pada tubuh mungil di depannya. Seperti
dengan tatapan penuh harap, cemas. Tubuh mungil itu acuh dengan palingan muka
yang benar-benar menjengkelkan. Tubuh itu adalah Azyer, adek beda ayah beda ibu
tiada sambung dara samasekali. Adek angkat. Sebuah fenomena aneh di pesantren.
“ Azyer,
dengerin kakak! Jangan main ke rental PS lagi! Kasian mama kamu nyari uang.
Kamu malah hura-hura dek.” Dengan sedikit wajah kesal lagi khawatir.
“Apa sih
kak? Aku kan dah gedhe. Bukan anak-anak lagi. Ah.. kakak nggak usah ikut campur
urusanku lagi!” tubuh itu pergi meninggalkan Irosy dalam kesakitan bathin yang
menjorok sangat dalam.
Azyer dulu
adalah anak yang baik. Entah pangaruh pergaulan santri yang tidak benar ia menjadi acuh dan keras
kepala. Hobi keluar malam, ngerental PS, dan lain-lain yang nothing importent.
Walau Azyer bukan adek kandung Irosy, tapi Irosy menyayanginya jauh dari kata
biasa. Kecerian Azyer adalah ladang bunga Irosy, penderitaan Azyer adalah
adalah kawah panas bagi Irosy. Azyer berubah. Nakal, egois, acuh, keras kepala.
Adek yang ia sayangi, yang ketika sakit ia rawat, ketika sedih ia hibur, hingga
kadang materi tiada harganya untuk sekedar melihat Azyer tersenyum bahagia,
harus menelan pahitnya pubertas yang sulit terkontrol.
########
Setelah
maghrib, saatnya banyak menimba ilmu. Kitab Mukhtarul ahadist oleh Kiai. Tapi
di sudut kanan tengah, Irosy tidak tenang. Bagamaimana tidak? Sejak tadi siang
ia tidak menemukan adeknya. Maknaan jawa yang dibacakan kyai serasa angin
lewat. Pikirannya melayang-layang menari-nari bingung, kemana Azyer sekarang?
Sampai
isyak lewat, belum juga ketemu. Ia sudah mencari di kelas, asrama, perpus,
lab-comp, masjid, nihil. Tanpa basa-basi ia harus mencari keluar pondok. Ke
warung cak Bolot, gorengan mbak Sri, rental warnet, bahkan rental PS langganan
Azyer tutup, katanya tetangganya, sudah pindah sejak tadi shubuh-shubuh. Kata
NIHIL masih menerawang jelas. Kadang dalam lamunannnya ia merasa gagal, gagal
menjaga Azyer. Ia coba-coba menerka-nerka, dimana Azyer. Bahkan ia sampai
menduga diculik. Tapi sesegera ia hapus angan-angan gila itu. Ia tidak mau
angan-angan itu nyata. Akhirnya ia khusnudzon Azyer mungkin ke rumah neneknya. Hujan turun
menuaikan musik-musik khasnya membentur bumi, ditambah petir yang terus
menambah suasana klimaks menyeramkan. Sedih.
########
Hingga
siang datang, Azyer belum muncul. Seketika itu hilang segala khunudzonnya.
Setelah lama berpikir, ia memutuskan brangkat mencari adeknya, kemanapun itu.
Tapi saat mencoba mencari jejak. Saat ia menuju ke lemari Azyer ia temukan
secarik kertas bertuliskan “ Jalan Mepet Sawah No 18” apa maksudnya.
“ ini aku
yakin tulisan Azyer. Tapi apa maksudnya? Alamat siapa ini?”,gumamnya mencoba
menebak teki-teka yang tersirat itu. Tapi
tak lama ia mengacuhkannya,” alah ini nggak ada hubungannya ma Azyer.”
Lalu dia pergi.
Di kota
yang jauh ini ia tidak punya saudara apalagi teman satu pun. Ia bingung hendak
kemana lagi. Tapi ia selalu tertarik menentukan arah. Di tengah perjalanan ia
melihat sebuah jalan yang membuatnya tertarik belok. “Baiklah nggak ada
salahnya mencoba. “katanya lirih melawan semua pilihan. Ia telusuri jalan itu tidaka ada rumah selain
satu rumah besar dan kosong. Tapi sebentar, mata irosy tertuju pada satu rumah
kosong itu seperti melihat sesuatu. Ya didepan mobil itu ada 2 mobil kijang
inova. Irosy terheran mana mungkin rumah kayak gitu ada yang mnempati wong atap
rumahnya aja nggak lengkap. Dan tembok belakang ada yang roboh. Akhirnya ia putuskan
untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi. Ia mencoba perlahan melangkah
menggapai jendela depan. Berhasil. Ia melihat ke dalam. Disana ada segrombolan
orang di ruang tamu yang berokok dan berminum ria.
Tak lama
kemudian segrombolan anak-anak berbaju compang-camping ada yang telanjang dada.
Dengan badan yang kumus-kumus. Tatapan menelan kamboja, kasian sekali mereka.
Dalam hati Irosy bergumam,”Huh aku harus menolong mereka. Masalah
Azyer........ah ini lebih penting. Semoga azyer baik-baik saja. Ya Allah bari
hamba jalan. Innaka ma’ana”.
Mencoba
mencari cara ia langsung menuju bagian belakang rumah. Pintu terkunci. Sembari
berpikir ia menuju samping kanan, tidak ada cela. Ia bingung telepon dia nggak
ada HP, teriak, sapa yang dengar ditengah sawah begini. Lalu ia mencoba ke
kamar tempat anak-anak itu dikuluarkan. Betul kamar itu ada jendela terbuka
lebar. Kebetulan kosong. Berhasil masuk ia mengintgip keadaan ruang tamu.
“Apa yang
mereka lakukan ya? Ha?”, penglihatan Irosy tertuju pada sosok mungil yang
biasanya ia temui di pondok setiap hari. Ya ada Azyer. “ Azyer.....! kurang
ajar apa yang mereka lakukan. Sebentar itu kan........Baba Ling, pemilik rental
PS langganan Azyer.” Ya diantara beberapa wajah brandal itu ada sosok tua
bermata sipit dan putih dari rambut sampai kaki, Baba Ling, pemilik rental PS
langganan Azyer. Bararti alasan pindah, Baba ling membawa anak-anak ini.
“Hahahaha.......kita
akan kaya Bos”, salah satu diantara mereka kepada Baba Ling.
“Oe’ bangga
sama Kalian ha. Ini uang muka dulu kalau mereka dah laku. Cina apa Hongkong
ya?”, kurang ajar Baba ling sepertinya ingin menjadikan mereka korban human
traficking.
Irosy geram
mencoba menenangkan hati, melawan mereka dengan sekuat tenaga, “Hei..Baba ling!
Lepaskan mereka!”
“Kak
Irosy????”, suara lirih itu melemas dari sudut tenggara Azyer berada.
“Tenang
dek, kakak disini. Kita punya Allah”, jawab Irosy mencoba memabuat senyuman
sementara pada adeknya.
“Hahahaha”,
mereka semua tertawa. Seakan menertawai anak muda yang mencoba berani menantang
mereka. “Siapa kamu anak muda, bau kencur berani menantang kami?”.
“Lepaskan
mereka! Baba ling, pemilik rental PS, anda pindah profesi rupanya. Apa kurang
profesi lama anda?”,
“Ya inilah
profesiku. Rental hanya sebagai pemulus saja. Hahahahha.....! kalian ringkus
dia hidup atau mati! Cepat ! “
Perkelahian
tak bisa dihindari. Tenang saja, Irosy coba mengingat jurus silat yang ia
pelajari di pondok. Dia adalah juara tingkat propinsi. Dan sering juga melatih
dasar-dasar silat.
“Ciak....Duk,,,Dak..”,
suasana itu cukup menegangkan. Tapi sabung itu dimenangkan oleh sang jawara
propinsi. Para begudal brandal itu terkapar tak berdaya. Sedang Baba Ling
kabur. Searah dengan
larinya angin siang itu.
“Hore,,,,,,kakak
kamu hebat ya Zyer...!”, salah seorang anak calon korban trafficking.
“Kak...!”suara
itu lemas penuh air mata. Ia selamat. Setidaknya saat itu.
“Ayo semua
kita keluar. Dek !” Pelukan hangat adek pada kakak yang seakan lama sekali
tidak bertemu.
“Maafin
Azyer kak,,,Azyer khilaf..! kata Azyer tanda penyesalan.
“Udahlah
dek, dah tugas kakak. Ayo cepat kita keluar dari rumah laknat ini”, ajak Irosy.
Mereka
semua keluar. Kebahagiaan datang menghampiri mereka sementara ataukah
selamanya. Dalam angan-angan mereka bisa berkumpul di rumah dengan keluarga
mereka.
“Kak nanti adek pijitin ya kak!”,
kata Azyer sembari menujukkan luka bengkak pada kakinya.
“Kakak yang
dipijit dong!”, jawab Irosy tak mau kalah.
“Hahahha..”suasana
cair setelah lama membeku mengalahkan kutub utara. Tapi.........
“Door!”,
suara tembakan entah dari siapa menuju siapa. Tapi sepertinya Irosy tahu.
“Azyer....Awas...!
memeluk Azyer. “Ah....hihhihihi...!” senyuman meringis teraut dengan cairan
merah keluar menghiasi wajahnya.
“Kak, kak
Irosy..kak”, menidurkan Irosy. Mengeluarkan air mata sedih, takut, cemas.
Irosy
tertembak dadanya. Menghalangi peluru dari manusia jahat bersarang di tubuh
adeknya. “ Adek, Maafin kakak ya! Kakak
jahat ya “,suara merintih tersengal-sengal menahan sakit. Azyer hanya bisa berisyarat
menggeleng kepala sebab air mata yang tak mahu ditahan. “ Eh,,,,ka...kak
su..dah men,,campuri u ,,urusan adek..”. semakin hilang suara itu ditelan angin
yang semakin kencang.
“Nggak kak.
Adek bawa ke rumah sakit ya? Ayo kalian kenapa dia? Dia penyelamat kalian. Ayo
angkat bareng-bareng”.
Menahan
tangan Azyer, maksud menolak. “tidak... dek. Nggak... u...sah, lagi,,,lagipula
kakak sssss,,sudah ada yang,,,jemput”.
“Jemput????”,
seribu kali tanda tanya menari-nari mengitari angannya. Bingung.
“Ya...kakak
di,,,,,,jemput. Tu, beri salam pa,,,,da tamu agung ka,,kak...!” ya betul sekali
tamua agung. Malaikat maut.
“Kakak
ngomong apa? Adek nggak ngerti kak?”, air mata Azyer bertubi-tubi kubikan
jumlahnya terkucur deras.
“ja,,,jangan
nakal! Kasian ma,,,ma kamu. Ka...kak pamit ya pe,,,rgi lama.... sekali.
“Ah..Laila.....hailallah”, Azyer terdiam,” Muhamm,,,mad ro,,,sul Allah.
Assala....mualaikum!”, Irosy lama akan pergi, betul sekali. Malah selamanya.
Azyer hanya bisa menangis. Rerumputan bergoyang-goyang dihempas angin siang,
terus berdzikir mendoakan arwah mayat yang terkapar dipangkuan seorang tubuh
mungil. Ingatan Azyer melayang pada saat-saat ia sakit, digendong,dibopong,
saat sakit asma akibat rokok setiap hari kambuh dia yang selalu ada membacakan
yassin,dan surat Ar –ro’d. Obat, makanan, minuman tak pernah absen tersedia.
Tapi apakah yang ia balas? Keegoisan dan kekeraskepalahannya yang berujung pada
kepergian Irosy selamanya. Ya meninggalkan kisah yang tak akan ia lupakan, dan
jasad di pangkuannya yang tak lama lagi akan dipendam dalam sunyi. Ambulance,
polisi, mobil pondok datang bergerombol. Sayang hanya sebagai pahlawan
kesiangan. Tak akan membuat sang pahlawan kembali.
“Kakak........!!”
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar